Bili'u

    Bili'u digunakan setelah Wolimomo oleh pengantin wanita pada tahapan Mopipidu atau menyandingkan dalam prosesi adat Moponika.

Bili'u terdiri dari Baya lo Boute/ikat kepala; Layi-layi/bulu unggas yang diletakkan pada ikat kepala bagian depan tepat di atas ubun-ubun; Ponge-Mopa/tangkai-tangkai berjumlah 6 buah; Pangge/tongkat sebanyak 4 buah menghiasi bagian belakang dari ikatan kepala; Tutuhi (tuhi-tuhi) atau galah sebanyak 7 buah; Huli/hiasan yang disematkan pada bagian belakang Bili'u yakni 2 tangkai daun-daunan yang ditancapkan pada ujung kiri dan kanan baalanga; Duungo Bitila (daun sukun) atau sehelai daun bitila yang terbuat dari bahan sepuhan emas tertancap pada bagian belakang baalanga; Huwo'o/rambut, bentuknya terpotong-potong menjadi 5 bagian yang dihubungkan oleh rantai satu dengan yang lainnya; Taya/Titimenga dipasang pada kiri kanan bagian depan di samping mata; Bo'o Tunggohu/baju kurung atau baju Galenggo; Kucubu lo duhelo/hiasan dada yang melapisi Bo'o Tunggohu sebagai pembalut dada; Kucubu lo Ulu'u/Petu yang membalut ujung lengan baju; Pateda/gelang-gelang lebar yang menghiasi lengan tangan; Wulu wawu dehu/kalung bersusun; Lu'ohu atau Kula, sejenis cincin yang hanya dipakai pada jari manis dan kelingking di kedua tangan kiri dan kanan; Alumbu/Bide yang terdapat hiasan berderet teratur ke bawah; Bintolo/ikat pinggang; Etango/pending.

Bili'u adalah busana adat kebesaran yang dipakai pengantin wanita bermakna bahwa sang gadis yang jadi pengantin diangkat dan dinobatkan menjadi Ratu Rumah Tangga.  Baya Lo Boute yang berarti bahwa sang ratu telah terikat dengan satu tanggung jawab dan segala hasil pemikiran berdasarkan pertimbangan kebijaksanaan yang matang untuk kepentingan orang banyak

Layi-layi dikiaskan pada kehalusan budi pekerti yang luhur sebagaimana kehalusan bulu unggas, diberi warna merah muda dan putih yang bermakna keberanian dan kesucian

Ponge-Mopa diibaratkan 6 orang Bubato/pemangku adat yang terdiri dari 1 orang Baate, 1 orang Tuntungiyo/Wu'u serta 4 orang Kimalaha (pelaksana adat). Untuk kerajaan Hulontalo terdiri dari 1 orang Baate, 1 orang Wu'u dan 4 orang Kimalaha yang juga menjabat sebagai Kepala Kampung yaitu: Ti Tapa, Ti Huwangobotu, Ti Padengo, Ti Bbiyawa'o, Ti Pulubala, Ti Botupingge; sedangkan untuk kerajaan Limutu terdiri dari 1 orang Baate, Ti Tuntungiyo dan 4 orang Kimalaha yaitu Ti Hungayo, Ti Dunito, Ti Botu, Ti Ipilo. Baate adalah ketua adat. Wu'u adalah pengatur sekalipun hanya duduk di tikar. Kimalaha adalah koordinator pelaksana. Baate lo Tuntungiyo adalah wakil Baate. Dalam pengertian busana Bili'u ini bahwa sang ratu berkewajiban untuk selalu menerima pertimbangan-pertimbangan aparat.

Pangge berarti bahwa sang Ratu berkewajiban untuk selalu menerima pertimbangan - pertimbangan aparat bawahan yaitu Raja Bilinggata, Hungina'a, Wuwabu, Lupoyo (Hulontalo) yang disebut "Wolihi Pato'o Da'a"; Raja Dunggala, Tomilito, Tibawa, Buta'iyo (Limutu).

Tutuhi (tuhi-tuhi) diibaratkan pada 2 kerajaan yaitu "Hulontalo-Limutu" dan "Limutu-Hulontalo" serta lima kesatuan kerajaan yakni, Tuwawa (Suwawa), Limutu, Hulontalo, Bulango dan Atinggola.

Huli diibaratkan 2 jalur aparat adat yaitu pegawai Syara' dan talenga (satuan pahlawan keamanan), Pulubala di Limutu

Duungo Bitila bermakna pengayoman sang ratu terhadap rakyat. 

Huwo'o dalam penobatan ratu zaman dahulu biasanya memakai 7 potong atau 7 susun. Adapun 5 bagian yang dipakai sekarang ini diambil dari 2 pengertian tentang keharusan seorang ratu untuk bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Pengertian pertama diambil dari 5 suku kata, yaitu: La Ilaaha Illa Allah Hu (Tiada Tuhan selain Allah); pengertian kedua diambil dari 5 rukun Islam yaitu: Kalimat Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan Naik Haji. Pada waktu itu, Islam dinyatakan sebagai agama kerajaan dalam pemerintahan adat Hulontalo, maka prinsip adat dinyatakan sebagai berikut "Aadati ayi-ayita to buto'o, Buto'o ayi-ayita to Qur'ani" yang berarti Adat terangkai dengan hukum, Hukum bersumber pada Al-Quran.

Taya bermakna ratu harus berlaku adil. Rumbai-rumbai yang menghiasi Baya lo Boute menggambarkan harapan rakyat pada pertimbangan kebijaksanaan sang ratu. 

Kucubu lo duhelo bermakna sang ratu dalam memimpin pemerintahan harus dapat menahan nafsu amarah, hiasan-hiasan yang berbentuk bintang dari emas bermakna pancaran sinar kasih sayang dan cinta kepada rakyat dan negeri. 

Kucubu lo Ulu'u/Petu bermakna dari tangan sang ratu akan terwujud karya-karya yang bermanfaat bagi orang banyak. 

Pateda bermakna sang ratu menjauhi tindakan-tindakan yang menyusahkan rakyat, termasuk menerima sogokan atau menerima hasil tadahan.

Wulu wawu dehu/Bu'ohu bermakna peringatan kepada sang ratu bahwa perbuatan yang terlarang maka sanksinya adalah tiang gantungan dengan tali lilitan sebagaimana lilitan kalungnya. 

Lu'ohu/Kula di jari manis bermakna budi pekerti yang baik, sedangkan di jari kelingking berarti memperhatikan kepentingan rakyat kecil.

Alumbu/Bide yang terdapat hiasan berderet teratur ke bawah mengikuti pengaturan tempat duduk para pejabat kerajaan (Huhulo'a lo bubato lo lipu) atau bulita dalam suatu musyawarah adat. Alumbu ini terbuka pada bagian depannya, tetapi di bagian dalam dipakai lagi selapis kain "Oyilomuhu" atau "Buluwa lo Rahasiya" yang berarti peti rahasia. Tersirat dalam arti kata bahwa sang ratu harus memegang rahasia jabatannya, sebagaimana menjaga rahasia kehormatan dirinya.

Bintolo/ikat pinggang bermakna apabila makan janganlah terlalu kenyang sehingga ikat pinggang tidak akan putus, maksudnya makanlah makanan halal dan selalu mengingat rakyat kecil yang kekurangan.

Etango/pending bermakna menjauhi makan-an haram yang masuk ke dalam perut.

Adapun warna yang digunakan adalah Tila Batayila yaitu warna merah (merah jambu, merah muda, merah darah babi, oranye); warna hijau (hijau tua, hijau muda, dll); warna kuning (kuning emas, kuning telur, kuning muda, dll); warna ungu (ungu tua, ungu muda, dll).











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tokoh--tokoh Gorontalo

Profil UPTD Museum Provinsi Gorontalo